Mengenai Saya

Foto saya
Saya sangat suka berorganisasi, tentunya karena saya tinggal didesa maka organisasi lokal yang digeluti. saat ini menjabat sebagi ketua umum FKPI ( Forum Komunikasi Pemuda Islam ), Ketua HPMT ( Himpunan Pemberdayaan Masyarakat Tambang ), Sekretaris Yayasan MAWADDAH bergerak dibidang Pemberdayaan, Ketua Umum IKBPA ( Ikatan Keluarga Besar Al Falah Tanah Laut )

Minggu, 30 Oktober 2011

SIAPA MAU MISKIN

Disampaikan oleh : Basyori Saini.
Comdev & Ekternal Relation Supervisor
PT Arutmin Indonesia Asam-Asam Mine

Saya yakin, jika pertanyaan seperti di atas diajukan kepada kita semua, tidak ada seorangpun yang akan mengacungkan tangan. Hanya orang gila saja yang mungkin mengacungkan tangan dan memilih untuk hidup miskin di jaman seperti ini. Namun tanpa disadari sebenarnya ada beberapa orang yang mau hidup miskin. Yakni orang-orang yang dikarunia nikmat sehat, nikmat akal dan pikiran, nikmat waktu, nikmat kemampuan, nikmat daya pikir, nikmat modal, dan sejuta nikmat yang lain, namun dia sia-siakan.

Memandang kemiskinan memang memerlukan daya nalar yang tidak sederhana, Banyak orang berada pada lingkaran kemiskinan dan tidak berdaya memutus lingkaran itu agar dia bisa terentaskan. Berbagai cara dia coba agar keluar, namun tetap saja dia berada dalam lingkaran kemiskinan. Bekerja hari ini untuk hari ini. Gali lobang tutup lobang. Utang di sana untuk menutup utang di sini. Dan berbagai dogma lainya. Namun untuk menyederhanakan saya membagi fenomena orang miskin ke dalam dua golongan. Ini saya tinjau berdasarkan proses terbentuknya secara anthropology manusia. Saya juga nggak tau istilah itu apa artinya, namun tulisan saya ini sekedar ingin memberikan motivasi kepada anda semua. JANGAN MAU MENJADI MISKIN.

Yang pertama adalah orang yang miskin karena tekanan faktor lain yang tidak dapat dikendalikannya. Sebagai contoh misalnya orang-orang yang pernah ikut dalam program transmigrasi. Sekelompok orang di mukimkan di satu daerah yang akses untuk keluar saja sulit, sehingga hasil produksi masyarakat tidak dapat dijual. Dalam jangka panjang masyarakat yang tinggal di daerah ini akan menjadi miskin dan ini adalah factor yang tidak dapat dikendalikan oleh masyarakat. Atau kondisi lain yang masyarakat tidak punya kewenangan untuk mengendalikannya. Contoh lain adalah tragedi petani cengkeh pada saat BPPC berdiri. Petani yang tidak punya control terhadap harga cengkeh menderita kerugian sangat besar dan menyebabkan petani cengkeh jatuh miskin.

Kelompok kedua adalah masyarakat yang menjadi miskin karena kemauannya sendiri. Saya ilustrasikan, ada orang yang tinggal di satu desa, lahan dia punya, badan sehat, akses ke pasar mudah, jaringan kerjasama ada, tapi dia lebih suka membuang-buang waktu dengan aktivitas  yang tidak ada kaitanya dengan usaha untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Sehingga segala sumber daya yang dimilikinya menjadi tidak bernilai dan cenderung mubazir. Sehingga tanpa di sadari dia telah menciptakan kemiskinan buat dirinya dan keluarganya.

Tipikal masayarakat seperti ini yang banyak kita jumpai di daerah pedesaan, dimana sumber daya alam sangat melimpah, namun sangat disayangkan produktivitas warga dalam mengolah SDA sangat minim. Sehingga banyak lahan terlantar, yang seharusnya dapat menjadi sumber pendapatan bagi keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat secara luas. Ada dua aspek penting bagi keluarga sebagai bagian dari usaha untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.

  1. Peningkatan produktivitas keluarga
Adalah serangkaian upaya untuk memanfaatkan potensi sumber daya keluarga secara optimal. Konotasi optimal di sini bukan berarti exploitasi, namun lebih pada mengalokasikan sumber daya keluarga lebih besar pada upaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Caranya mungkin dapat berupa intensifikasi atau dapat juga berupa ektensifikasi. Intensifikasi dilakukan pada keluarga yang memiliki sumber daya terbatas, sementara potensi tenaga memadai. Sebaliknya ekternsifikasi dilakukan pada keluarga yang memiliki sumber daya memadai namun belum dimanfaatkan secara optimal.

            Pola Intensifikasi dan Ektensifikasi

No
Uraian
Keterangan
Intensifikasi
1
Pola tumpang sari palawija
  1. Jagung dan kacang tanah
  2. Pisang dan kacang tanah
  3. Jagung dan sayuran (sawi, kangkung, bayam cabut)
Pola gilir tanam sesuai umur tanaman. Pemilihan jenis tanaman harus selektif karena ada tanaman yang menjadi vector hama bagi tanaman yang lain.
2
Pola tumpang sari perikanan
  1. Mina padi, hanya dapat dilakukan di daerah persawahan dengan kedalaman air minimal 40 cm.
  2. Mina ayam, pola peternakan ayam pedaging dan ikan lele dumbo atau gurami,  nila  dan mujair.
Tanaman padi sawah dengan ikan yang ditanam di perairan sawah.
Pola peternakan ayam di atas kolam dengan integrasi ikan di bagian bawah.
3
Pola tumpang sari kebun dan ternak
  1. Kebun karet dan kambing
  2. Kebun kopi dan kelinci
Penentuan waktu tumpang sari sanggat ditentukan oleh umur tanaman induk.
Ekstensifikasi
1
Pola pengembangan tanaman tanaman pangan
Peningkatan luas tanam sangat ditentukan oleh nilai ekonomis produk dan studi kelayakan.
2
Pola pengembangan tanaman berdasarkan umur tanam
Keluarga harus punya cadangan pendapatan harian, bulanan dan tahunan.
3
Pola pengembangan tanaman pangan terpadu.
  1. Pisang dan kripik pisang
  2. Kacang tanah dan olahan ikutan (sambel pecel, kacang rebus, kacang goreng)
Keluarga tidak hanya focus pada usaha menghasilkan produk mentah, namun sampai pada pengolahan hasil.
4
Pola pengembangan Tanaman pangan dan Ternak
  1. Kacang Tanah dan Kambing
  2. Jagung dan Ayam Arab
Pola pemanfaatan ruminase kacang tanah sebagai pakan utama kambing.
Penyediaan pakan ayam arab berupa jagung dan kotoran ayam untuk pupuk tanaman jagung.


  1. Pengelolaan Keuangan Keluarga
Pengelolaan Keuangan Keluarga merupakan cerminan perencanaan keluarga terhadap sumber daya yang dimiliki. Keluarga yang memiliki rencana akan lebih baik daripada keluarga yang tidak memiliki rencana. Dalam konteks pengelolaan keuangan keluarga, pembagian atau posting pendapatan keluarga adalah kuncinya dan ebih dari itu, konsistensi atas pembagian itu adalah mutlak. Sehingga keluarga akan memiliki tabungan atas penghasilan yang diperoleh baik harian, bulanan atau tahunan. Hal lain yang perlu di perhatikan adalah kemampuan keluarga untuk meniadakan biaya-biaya yang tidak perlu atau pemborosan. Misalnya adalah biaya untuk membeli rokok, biaya untuk membeli sayur-mayur yang seharusnya dapat disediakan di pekarangan rumah.

Kemampuan keluarga untuk keluar dari lingkaran kemiskinan sepenuhnya di tentukan oleh keluarga itu sendiri dan kemampuannya mengelola sumber daya yang ada dalam rumah tangganya.

Berikut adalah contoh posting pendapatan keluarga sehari-hari.

No
Alokasi Pendapatan
Jumlah (Rp)
Jumlah (Rp)
Total pendapatan keluarga

           1.500.000

  1. Sayur mayur
  2. Buah-buahan
  3. Peternakan
  4. Pengolahan hasil
           650.000
           200.000
           250.000
           400.000

1
Konsumsi
  1. Beras 25 Kg
  2. Minyak tanah 10 liter
  3. Gula 2 Kg
  4. Kopi/teh 4 bgks
  5. Telur 10 butir
  6. Garam 2 bgks
  7. Ikan 4 Kg
  8. Minyak goreng 2 liter
  9. Kue
  10. Pakaian
                           
           125.000
             60.000
             14.000
             10.000
             15.000
              6.000
             80.000
             20.000
             30.000
           300.000
              650.000
2
Pendidikan

              150.000
3
Kesehatan

              100.000
4
Hiburan

              100.000
5
Sosial

                50.000
6
Investasi

              450.000

Total

           1.500.000

Hal – hal di atas pada dasarnya dalah praktek biasa dalam sebuah keluarga yang umum kita temukan di desa-desa. Namun dalam kenyataannya jarang keluarga yang melakukan pencatatan atas keuangan keluarga. Sehingga keluarga mengalami kesulitan dalam penetapan post pendapatan karena pengeluaran keluarga dilakukan secara tidak tertulis dan tidak terencana.

Dalam konteks pembangunan keluarga mandiri, keluarga tidak dapat dilepaskan dari proses perencanaan dan pencatatan. Mau tidak mau sebuah keluarga harus melakukan ini dan menyimpannya sebagai dokumen keluarga. Dengan adanya pencatatan ini diharapkan keluarga akan memegang kendali atas pendapatannya dan memutuskan biaya apa saja yang harus dikeluarkan dalam setiap hari dan bulan.


Tabel Rencana Pencapaian Keluarga.

No
Rencana
Jumlah (Rp)
Keterangan
1
Beli sapi
             5.000.000
Indukan
2
Beli tanah kebun
           10.000.000
Bisa Kredit?
3
Beli TV
                750.000
Apakah prioritas?
4
Perbaikan Kandang ayam
                300.000
Prioritas usaha
5
Perbaikan atap rumah
                450.000
Apakah prioritas?
6
Beli peralatan sekolah anak
                 75.000
Harus dipenuhi
7
Selamatan keluarga
             1.500.000
Apakah prioritas?





Table di atas adalah contoh program pencapaian sebuah keluarga, untuk menentukan mana yang akan dilaksanakan oleh satu keluarga sangat tergantung pada kepentingan keluarga tersebut. Begitu pula untuk menentukan skala prioritas sebagai strategi pemanfaatan anggaran yang terbatas, sangat ditentukan oleh kemampuan keluarga tersebut memilah mana kegiatan yang berdampak langsung pada keluarga dan mana kegiatan yang berdampak tidak langsung pada keluarga. Namun sebagai pedoman dalam menentukan skala prioritas, keluarga dapat bertanya tentang kegiatan yang akan di biayai. Pertanyaan standard adalah : apa manfaat dari kegiatan ini? Kalau kegiatan ini tidak saya lakukan apa kerugian keluarga saya? Kalau kegiatan ini tidak saya lakukan apa akibat yang muncul? Jawaban atas pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur dan apabila memungkinkan melibatkan seluruh keluarga.

Apabila hal ini dapat dilakukan, maka Insya Allah sebuah keluarga akan mendapatkan kemudahan dalam penyusunan rencana pencapaian keluarga. Sehingga perwujudan sebuah keluarga mandiri akan semakin cepat. Karena keluarga mandiri identik dengan keluarga yang tidak lagi miskin, namun sebuah keluarga yang sehat jasmani dan rohani serta berguna bagi masyarakat di sekitarnya.

Miskin atau tidak keluarga kita adalah sebuah pilihan, kita yang memilih ingin memberi atau diberi? Kita yang menentukan dan bukan orang lain.


Sepakat , kitalah yang menentukan arah dan tujuan hidup.
Orang lain hanya bisa memuji dan memaki.
Buktikan kalau kita bisa bersanding dengan orang orang sokses lainnya.

Salam
Bang Bir

Selasa, 25 Oktober 2011

KOMPETENSI DIRI

Kompetensi yang berasal dari kata, competence ( kecakapan ), merupakan kemampuan dalam mengemban tugas, menyelesaikan pekerjaan, atau menangani persoalan. Bicara kemampuan artinya bicara “ peningkatan diri “. Yang dalam hal peningkatan kemampuan, tiap orang akhirnya berbeda-beda. Dengan perbedaan, justru disitu indahnya. Bisa kerena berbeda minat, atau berbeda kemampuan.

Perbedaan   tersebut sesuai fitrah hukum alam. Sebab kompetensi terdiri atas dua hal, yakni kapasitas dan kapabilitas. Secara ringkas kapasitas dapat dijelaskan merupakan daya tampung. Sedang kapabilitas merupakan kemampuan mengolah atau mengelola kapasitas.

Kapasitas terdiri atas 3K + P, yaitu komitmen, konsesten, kreativitas, dan pengalaman. Ada yang komit tetapi tidak konsisten, hasilnya tentu berbeda dengan orang yang komit dan konsisten. Lebih-lebih bila dia juga seorang yang kreatif. Akhirnya pengalaman juga amat menentukan kapabilitas seseorang. Cerdas tapi minim pengalaman terasa “ garingnya ”. Bagaimanapun ustadz yang belum menikah, masih terasa mentahnya. Maka amat berbeda guru yang sudah berusia dengan guru yang baru lulus sekolah.

Secara umum attitude dapat kita bedakan atas 2 jenis. Attitut yang baik, kita sebut ’karakter’. Attitut buruk kita katakan ’tabiat’. Karakter merupakan kumpulan dari tingkah laku baik dari seorang anak manusia. Tingkah laku ini merupakan perwujudan dari kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya mengemban amanah dan tanggung jawab. Tabiat sebaliknya mengindikasikan sejumlah perangai buruk seseorang.

Dalam pembentukan kualitas manusia, peran karakter tidak dapat disisihkan. Sesungguhnya karakter inilah yang menempatkan baik tidaknya seseorang. Posisi karakter bukan menjadi pendamping kompetensi, melainkan jadi dasar, roh, atau jiwanya. Tanpa karakter, ’peningkatan diri’ dari kompetensi bisa liar, berjalan tanpa rambu dan aturan.

Karenanya dapat ditegaskan karakter merupakan perilaku baik dalam menjalankan peran dan fungsinya sesuai amanah dan tanggung jawab. Disinilah titik utama, mengapa istilah karakter memiliki kekuatan, mengandung daya, mempunyai kharisma. Ada amanah dan tanggung jawab yang harus diselesaikan. Hingga bicara karakter, konteksnya selalu mengarah pada sesuatu yang agung. Orang yang shaleh dan tidak mengganggu orang lain memang baik. Namun bila ingin tahu karaternya, berilah dia kekuasaan.

Perilaku baik, sadar, hingga paham akan amanah dan tanggung jawab, inilah rangkaian kata kunci yang menjadi visi. Boleh dikatakan, orang berkarakter adalah orang yang mempunyai visi. Sebaliknya orang yang bervisi belum tentu berkarakter. Mengapa? Karena orang yang bisa melakukan hal yang hebat dan luar biasa, tapi tidak memahami amanah dan tanggung jawabnya. Amanah tanggung jawab kepada siapa? Tentu saja kepada tanah kelahiran, tanah tumpah darahnya, Indonesia. Sebagai makhluk beragama, jelas amanah dan tanggung jawabnya kepada sang khalik, Allah SWT. 

Dalam hal ini FKPI mencoba menumbuhkan  secara perlahan karakter anak-anak dan remaja. Harapan, pada saatnya nanti, kerakterlah yang  dihiasi kompetensi menjadi landasan disetiap langkah mereka dalam mengambil tindakan dan keputusan. Negara Indonesia ini akan maju dan berkembang kalau generasi mudanya mau berbuat dan bertanggung jawab. 

PEKAN MUHARRAM III FKPI, merupakan perwujudan dalam menumbuhkan karakter generasi muda. Mengapa tidak?, disetiap lomba dan kegiatan yang dilaksanakan pada kegiatan pekan muharram tersebut. Selalu ditaburi oleh kompetensi, disinilah tempatnya mereka bisa mengasah ilmu, wawasan dan pengalaman yang mereka miliki. Berlomba bersama teman yang lainnya merebut posisi yang terbaik.

Gema pekan muharram sudah membahana di bumi kintap dan ditunggu-tunggu oleh penyelenggara pendidikan. Pekan Muharram adalah kegiatan rutinitas FKPI disetiap tahunnya berisikan perlombaan yang sifatnya meningkatkan kompetensi anak didik, mulai dari tingkat TKA / TPA, SD, SLTP dan SLTA. Tahun 2011 ini, wilayah penyebaran undangan Pekan Muharram atau penjaringan peserta sampai Kecamatan Satui ( Sungai Danau ),  tahun 2010 masih Kec Kintap dan Jorong.

Forum Komunikasi Pemuda Islam ( FKPI ) akan selalu berbuat yang terbaik untuk membangun mental anak bangsa, meski dengan medan perjuangan yang berat dan melelahkan. Kami yakin kalau semua elemen punya tujuan yang sama, maka hal yang susah akan menjadi mudah. Berikan waktu dan dukungan Insyaallah akan kami gapai semua mimpi kami. 

Diambil dari buku Character Building oleh Erie Sudewo  

Salam
Bang Bir

Inikah Kisah Kasih Tak Sampai?

Malam itu saya sudah di ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Siap berangkat ke Amsterdam, Belanda. Tas sudah masuk bagasi. Saya cek lagi paspor untuk melihat dokumen imigrasi. Semua beres. Saya pun siap-siap sebentar lagi boarding. Istri saya sudah di Eropa tiga hari lebih dulu. Mendampingi anak sulung saya yang menjabat Dirut Jawa Pos, yang menerima penghargaan dari persatuan koran sedunia. Jawa Pos terpilih sebagai koran terbaik dunia tahun ini.



Saya pun kirim BBM kepada direksi PLN untuk memberitahu saat boarding sudah dekat. “Kapan pulangnya, Pak Dis?,” tanya seorang direktur. “Tanggal 21 Oktober. Setelah kabinet baru diumumkan,” jawab saya.“Ooh, ini kepergian untuk nge-lesi ya,” guraunya.




Saya memang tidak kepingin jadi menteri. Saya sudah terlanjur jatuh cinta dengan PLN. Instansi yang dulu saya benci mati-matian ini telah membuat saya sangat bergairah dan serasa muda kembali. Bukan karena tergiur fasilitas dan gaji besar, tapi saya merasa telah menemukan model transformasi korporasi yang sangat besar yang biasanya sulit untuk berubah. Saya juga tidak habis pikir mengapa PLN bisa berubah menjadi begitu dinamis. Beberapa faktor terlintas di pikiran saya.


Pertama, mayoritas orang PLN adalah orang yang otaknya encer. Problem-problem sulit cepat mereka pecahkan. Sejak dari konsep, roadmap sampai aplikasi teknisnya. Kedua, latar belakang pendidikan orang PLN umumnya teknologi sehingga sudah terbiasa untuk berpikir logis. Ketiga, gelombang internal yang menghendaki agar PLN menjadi perusahaan yang baik/maju ternyata sangat-sangat besar. Keempat, intervensi dari luar yang biasanya merusak sangat minimal. Kelima, iklim yang diciptakan oleh Menneg BUMN Bapak Mustafa Abubakar sangat kondusif yang memungkinkan lahirnya inisiatif-inisiatif besar dari korporasi.


Lima faktor itu yang membuat saya hidup bahagia di PLN. Dengan modal lima hal itu pula komitmen apa pun untuk menyelesaikan persoalan rakyat di bidang kelistrikan bisa cepat terwujud. Itulah sebabnya saya berani membayangkan, akhir tahun 2012 adalah saat yang sangat mengesankan bagi PLN.


Pada hari itu nanti, energy mix sudah sangat baik. Berarti penghematan bisa mencapai angka triliunan. Jumlah mati lampu sudah mencapai standar internasional untuk negara sekelas Indonesia. Penggunaan meter prabayar sudah menjadi yang terbesar di dunia. Ratio elektrifikasi sudah di atas 75%. Propinsi-propinsi yang selama ini dihina dengan cap “ayam mati di lumbung” sudah terbebas dari ejekan itu. Sumsel, Riau, Kalsel, Kaltim, Kalteng yang selama ini menjadi simbol “ayam mati di lumbung energi” sudah surplus listriknya.


Pada akhir tahun 2012 itu nanti, tepat tiga tahun saya di PLN, saatnya saya mengambil keputusan untuk kepentingan diri saya sendiri: berhenti! Saya ingin kembali jadi orang bebas. Tidak ada kebahagiaan melebihi kebahagiaan orang bebas. Apalagi orang bebas yang sehat, punya istri, punya anak, punya cucu dan he he punya uang! Bisa ke mana pun mau pergi dan bisa mendapatkan apa pun yang dimau. Saya tahu masa jabatan saya memang lima tahun, tapi saya sudah sepakat dengan istri untuk hanya tiga tahun.


Niat seperti itu sudah sering saya kemukakan kepada sesama direksi. Terutama di bulan-bulan pertama dulu. Tapi mereka melarang saya menyampaikannya secara terbuka. Khawatir menganggu kestabilan internal PLN. Mengapa? “Takut sejak jauh-jauh hari sudah banyak yang memasang strategi mengincar kursi Dirut, ujarnya. “Bukan strategi memajukan PLN,” tambahnya. “Lebih baik, selama tiga tahun itu kita menyusun perkuatan internal agar sewaktu-waktu Pak Dis meninggalkan PLN kultur internal kita sudah baik,” katanya pula.


Saya setuju untuk menyimpan “dendam tiga tahun” itu. Organisasi sebesar PLN memang tidak boleh sering goncang. Terlalu besar muatannya. Kalau kendaraannya terguncang-guncang terus bisa mabuk penumpangnya. Kalau 50.000 orang karyawan PLN mabuk semua, muntahannya akan menenggelamkan perusahaan.


Sepeninggal saya ini pun tidak boleh ada guncangan. Saya akan mengusulkan ke Menteri BUMN yang baru untuk memilih salah satu dari direksi yang ada sekarang, yang terbukti sangat mampu memajukan PLN. Kalau di antara direksi sendiri ada yang ternyata berebut, saya akan usulkan untuk diberhentikan sekalian. Tapi tidak mungkin direksi yang ada sekarang punya sifat seperti itu.


Saya sudah menyelaminya selama hampir dua tahun. Saya merasakan tim direksi PLN ini benar-benar satu-hati, satu-rasa, dan satu-tekad. Ini sudah dibuktikan ketika PLN menerima tekanan intervensi yang luar biasa besar, direksi sangat kompak menepisnya.


Kekompakan seperti itu yang juga membuat saya semakin bergairah untuk bekerja keras mempercepat transformasi PLN. Saya menyadari waktu tidak banyak. Keinginan untuk bisa segera menjadi orang bebas tidak boleh menyisakan agenda yang menyulitkan masa depan PLN. Itulah sebabnya motto PLN yang lama yang berbunyi “listrik untuk kehidupan yang lebih baik”, kita ganti untuk sementara dengan motto yang lebih sederhana tapi nyata: Kerja! Kerja! Kerja!


Tanggal 27 Oktober 2011 nanti, bertepatan dengan Hari Listrik Nasional, motto baru itu akan digemakan ke seluruh Indonesia. Kerja! Kerja! Kerja! Sebenarnya ada satu kalimat yang saya usulkan sebelum kata kerja! kerja! kerja! itu. Lengkapnya begini: Jauhi politik! Kerja! Kerja! Kerja!


Tapi teman-teman PLN menyarankan kalimat awal itu dihapus saja agar tidak menimbulkan komplikasi politik. Tentu saya setuju. Saya tahu, berniat menjauhi politik pun bisa kena masalah politik!


Sudah lama saya ingin naik business class yang baru dari Garuda Indonesia. Kesempatan ke Eropa ini saya pergunakan dengan baik. Toh bayar dengan uang pribadi. Saya dengar business classnya Garuda sekarang tidak kalah mewah dengan penerbangan terkenal lainnya. Saya ingin merasakannya. Saya ingin membandingkannya. Kebetulan saat umroh Lebaran lalu saya sempat naik business class pesawat terbaru Emirat A380 yang ada bar-nya itu.


Sejak awal, sejak sebelum menjabat CEO PLN, saya memang mengagumi transformasi yang dilakukan Garuda. Saya dengar di Singapura pun kini Garuda sudah mendarat di terminal tiga. Lambang presitise dan keunggulan. Tidak lagi mendarat di terminal 1 yang sering menimbulkan ejekan “ini kan pesawat Indonesia,  taruh saja di terminal 1 yang paling lama itu!”.


Beberapa menit lagi saya akan merasakan untuk pertama kali business class jarak jauh Garuda yang baru. Saya seperti tidak sabar menunggu boarding. Di saat seperti itulah tiba-tiba….“Ini ada tilpon untuk Pak Dahlan,” ujar keluarga saya yang akan sama-sama ke Eropa sambil menyodorkan HP-nya.Telpon pun saya terima. Saya tercenung. “Tidak boleh berangkat! Ini perintah Presiden!” bunyi telpon itu. “Wah, saya kena cekal,” kata saya dalam hati.

Mendapat perintah untuk membatalkan terbang ke Eropa, pikiran saya langsung terbang ke mana-mana.


Ke Wamena yang listriknya harus cukup dan 100% harus dari tenaga air tahun depan. Ke Buol yang baru saya putuskan segera bangun PLTGB (pembangkit listrik tenaga gas batubara) agar dalam 8 bulan sudah menghasilkan listrik.


Ke PLTU Amurang yang tidak selesai-selesai.


Ke Flores yang membuat saya bersumpah untuk menyelesaikan PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi) Ulumbu sebelum Natal ini. Saya tahu teman-teman di Ulumbu bekerja amat keras agar sumpah itu tidak menimbulkan kutukan.


Pikiran saya juga terbang Lombok yang kelistrikannya selalu mengganggu pikiran saya. Sampai-sampai mendadak saya putuskan harus ada mini LNG di Lombok dalam waktu cepat. Ini saya simpulkan setelah kembali meninjau Lombok malam-malam minggu lalu. Saya tidak yakin PLTU di sana bisa menyelesaikan masalah Lombok dengan tuntas.


Pikiran saya terbang ke Bali membayangkan transmisi Bali Crossing yang akan menjadi tower tertinggi di dunia.


Ke Banten selatan dan Jabar selatan yang tegangan listriknya begitu rendah seperti takut menyetrum Nyi Roro Kidul.


Meski masih tercenung di ruang tunggu Garuda, pikiran saya juga terbang ke Lampung yang enam bulan lagi akan surplus listrik dengan selesainya PLTU baru dan geothermal Ulubellu.


Juga teringat GM Lampung Agung Suteja yang saya beri beban berat untuk menyelesaikan nasib 10.000 petambak udang di Dipasena dalam waktu tiga bulan. Padahal dia baru dapat beban berat menyelesaikan 80.000 warga yang harus secara massal pindah mendadak dari listrik koperasi ke listrik PLN.


Pikiran saya juga terbang ke Manna di selatan Bengkulu. Saya kepikir apakah saya masih boleh datang ke Manna tanggal 30 Desember, seperti yang saya janjikan untuk bersama-sama rakyat setempat syukuran terselesaikannya masalah listrik yang rumit di Manna.


Saya terpikir Rengat, Tembilahan, Selatpanjang, Siak dan Bagan Siapi-sapi yang saya programkan tahun depan harus beres.


Saya teringat Medan dan Tapanuli: alangkah hebatnya kawasan ini kalau listriknya tercukupi, tapi juga ingat alangkah beratnya persoalan di situ: proyek Pangkalan Susu yang ruwet, ijin Asahan 3 yang belum keluar, PLTP Sarulla yang bertele-tele dan bandara Silangit yang belum juga dibesarkan.


Pikiran saya terus melayang ke Jambi yang akan jadi percontohan penyelesaian problem terpelik system kelistrikan: problem peaker. Di sana lagi dibangun terminal compressed gas storage (CNG) yang kalau berhasil akan jadi model untuk seluruh Indonesia. Saya ingin sekali melihatnya mulai beroperasi beberapa bulan lagi. Masihkah saya boleh menengok bayi Jambi itu nanti?


Juga ingat Seram di Maluku yang harus segera membangun mini hidro. Lalu bagaimana nasib program 100 pulau harus berlistrik 100% tenaga matahari. Ingat Halmahera, Sumba, Timika…..


Tentu saya juga ingat Pacitan. PLTU di Pacitan belum menemukan jalan keluar. Yakni bagaimana mengatasi gelombang dahsyat yang mencapai 8 meter di situ. Ini sangat menyulitkan dalam membangun breakwater untuk melindungi pelabuhan batubara.


Dan Rabu 23 Oktober lusa saya janji ke Nias. Dan bermalam di situ. Empat bupati di kepulauan Nias sudah bertekad mendiskusikan bersama bagaimana membangun Nias dengan lebih dulu mengatasi masalah listriknya.


Yang paling membuat saya gundah adalah ini: saya melihat dan merasakan betapa bergairahnya seluruh jajaran PLN saat ini untuk bekerja keras memperbaiki diri. Saya seperti ingat satu persatu wajah teman-teman PLN di seluruh Indonesia yang pernah saya datangi.


Dengan pikiran yang gundah seperti itulah saya berdiri. Mengurus pembatalan terbang ke Eropa. Menarik kembali bagasi, membatalkan boarding, mengusahakan stempel imigrasi dan meninggalkan bandara.


Hati saya malam itu sangat galau. Saya sudah terlanjur jatuh cinta setengah mati kepada orang yang dulu saya benci: PLN. Tapi belum lagi saya bisa merayakan bulan madunya saya harus meninggalkannya.


Inikah yang disebut kasih tak sampai?


Dahlan Iskan
CEO PLN
Powered by Telkomsel BlackBerry®


Luar biasa inspiratif .......


Jangan pernah menyerah pak, kami akan bantu bapak dengan do'a..


Salam
bang Bir